LENG
Sebelum memasuki
jenjang perkuliahan, saya tidak tahu apa itu LENG. La gimana, jaman SD maen
wayang saja sering kalah. Pernah sesekali melihat teman – teman main kartu,
tapi saya tak berminat untuk kepengen tahu. Jangankan ikut main, pengen tahu
saja saya emoh. Waktu itu saya masih MaBa, semester satu, saya dikenalkan dan
diajak main kartu, tak menggunakan uang tentunya. Walaupun cuma main – main saja,
saya menolak, tapi karena kurang orang, baiklah saya mau. Awalnya susah, tapi
karena teman – teman membimbing saya dengan telaten akhirnya saya bisa. Ngocok
terus juga gak papa, gak terlalu saya pikirkan. Seiring berjalannya waktu saya
sudah mulai terbiasa.
Untuk yang
belum tahu apa itu LENG, kalian bisa baca ini. Mungkin sedikit njelimet kalo cuma
baca saja, kalian juga musti lihat cara mainnya biar agak paham. Saya berasumsi
ada beberapa hal yang membuat saya (dan teman – teman seperkartuan saya) sangat
menikmati permainan ini.
Asumsi pertama
saya adalah waktu luang, saat itu semester awal, belum banyak praktik yang
menyita pikiran, asal ada empat orang sudah cukup, langsung kocok. Sebenarnya permainan
ini bisa dimainkan 4 – 6 orang. Bahkan tiga orang menggunakan satu box kartu
saja sudah bisa. Tapi menurut saya, enam orang itu terlalu banyak. Kartu lawan
mudah tertebak, gak asik, terlalu padat, kosan sumpek, asap mandeg. Kalau sudah
terlanjur ngumpul enam orang, mainnya berlima aja, satu orang lagi jadi kompor
dan provokator.
Asumsi kedua,
sensasi menyakiti kawan. Menurut yang pernah saya baca, senyawa Endorfin diproduksi
oleh sistem saraf pusat dan kelenjar pituitari pada saat manusia merasa
bahagia. Menyaksikan kawan kita kalah dan menderita, bahkan walau kita harus
berkorban karenanya, benar-benar menghadirkan kebahagiaan dan kepuasan
tersendiri. Makian, olok – olok, dan umpatan termasuk jadi bumbu di
dalamnya.
Asumsi ketiga, bisa lebih dekat dan mengenal
karakter satu sama lain. Jika mengenal karakter seseorang bisa dari cara
berkomunikasi, bentuk wajah dan tatapan, atau bahkan dari tulisan tangan. Kali ini
agak anti mainstream, mengenal karakter seseorang dari :
1. Cara mengambil kartu.
Umumnya ada dua cara orang mengambil kartu. Pertama,
ambil kartu saat bandar sedang membagikan kartu. Kedua, ambil kartu setelah
bandar selesai membagikan kartu ke semua pemain. Jika yang pertama, ini type orang
yang sat set sat set, hitungannya pasti, rasio menang dan kalahnya jelas. Sedangkan
yang kedua, ini type orang yang tenang, dapat menguasai keadaan, disela bandar
membagi kartu, doa dan permohonan kepada Tuhan terucap lirih dari lubuk hatinya
yang paling dalam.
2. Cara memegang kartu.
Jika pegangannya agak tremor
dan cara menata kartunya berantakan, type orang seperti ini biasanya memiliki
keraguan saat memutuskan sesuatu. Sikapnya dapat mudah berubah tapi cepat beradaptasi.
3. Cara bermain kartu.
Cara bermain disini mencakup taktik, strategi,
dan mimik wajah masing – masing pemain yang dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a.
Tahan
kartu.
Type
orang yang ambisius, tidak peduli sekitar, semua dilakukan asal tujuan dia
tercapai. Menahan kartu angka 10 agar angka 9 kebawah, dan Jack keatas gak
jalan. Sungguh picik sekaligus cerdik. Hhhmmmm
b.
Sering
nge-POK.
POK
ini istilah tiga kartu dengan angka sama (boleh gambar berbeda) , yang dibuang
secara bersamaan. Manusia type seperti ini susah diajak rembuk, wawasan sempit,
dan cenderung pelit. Bayangin kalo yang di POK kartu angka 8?itu sama aja
dengan memenggal leher, bung! Tetapi di sisi lain punya pendirian yang kuat,
walaupun yang dia tahu cuma segitu – gitu aja.
c.
TELMI,
telat mikir.
Sudah
barang tentu cara kerja otak manusia berbeda – beda saat melihat dan menghitung
angka dalam deretan kartu digenggaman tangan. Mikirnya lama, mengurangi resiko
kartu mati. Gek endang, selak ditembaklondo!!
ucapku.
d.
Buang
kartu ngasal.
Sudah
jelas mau nge-LENG, anjg.
LENG, bukan permainan yang mengandalkan keberuntungan
semata, sebab kita punya kendali atas kartu yang kita dapatkan. Ada unsur
ketenangan, kesabaran, dan tawakal. Agamis sekali bukan.hehe Berawal dari coba –
coba kemudian menikmati proses belajarnya, bermain LENG sungguh menyenangkan. Kesulitan
saat bermain LENG dulu, tidak saya temukan di masa kini. Bermain, bercerita,
dan tertawa bahagia, sesimpel itu. Namun kini mengumpulkan empat atau lima
orang untuk duduk bersama dan bermain, lebih susah dibandingkan permainan itu
sendiri.