Kidung
Sudah Kalah Dengan Shalawat
Menjadi tukang steam (cuci motor/mobil) dan
melaksanakan kewajiban salat lima waktu itu gak mudah loh, terlebih untuk ikut
berjamaah di masjid. Kalian tau kan tukang steam itu tiap hari basah – basahan,
kotor, dekil gitu. Kadang kecipratan lumpur, jari tangan luka karena kebeset
kawat onderdil motor, atau selip – selip kuku copot. Saya nggak ngeluh sama
sekali, sebab pekerjaan ini halal dan lumayan menghasilkan menurut saya.
Termasuk golongan kerja berat, tapi nggak kasar, hehe. Setiap orang kan
dituntut untuk bekerja keras, bukan untuk sukses. Bekerja keraslah maka sukses
mengikuti.
Saya juga nggak terlalu sependapat bahwa label sukses itu punya
rumah sendiri, mobil, perhiasan, aset banyak. Karena sukses itu pencapain
masing – masing. Apalah arti semua itu
jika batin kita tidak tersuplai. Maksudnya? Ya…batin kita harus tersuplai oleh
perbuatan baik. Bisakah kita peduli pada sekitar jika sehari full fokus untuk
cari uang? Dalam artian bangun (tanpa ngopi) mandi, ke toko, pulang, belanja,
sampe rumah tengah malem, istirahat, bangun lagi dan begitu seterusnya.
Seseorang yang sudah mengalami hal ini tentunya kita bisa takar berapa sugih
(kaya) nya dia. Mungkin untuk dia inilah pencapainnya, tapi untuk saya tidak
juga. Uang penting, waktu juga penting. Seperti saya, saya ingin yang terbaik
untuk kehidupan pribadi, bahkan juga keluarga, keluarga besar tentunya haha…
Banyak sekali yang ingin saya capai (sebenarnya) tapi
kan satu persatu, nggak bisa langsung bregk tau-tau ada. Kembali ke suplai
batin, ini gak susah sebenarnya. Kita semua umat muslim atau non muslim punya
formula khusus untuk menjalaninya. Bahkan sudah ada buku panduannya, tentu saja
tinggal kit abaca lalu ikuti saja. Jalani hal yang wajib dahulu, barulah Sunnah
kemudian. Gampang – gampang susah, tapi jika setiap orang ingin yang terbaik
dalam kehidupannya kita harus mau menjalaninya. Gak usah yang berat, yang
ringan dulu aja. Gampangnya salat lima waktu, saya bilang gampang karena saya
punya banyak waktu untuk ini. Hanya saja kadang males, kadang banyak alesan
untuk nggak melakukannya. Untuk orang yang turah waktu (waktu luang) harusnya
kita jalani yang ini dulu. Pun demikian bagi yang nggak punya banyak waktu
luang ya musti, kudu, harus dikasih waktu untuk menghadap sang pencipta. Setiap
hari rejeki datang nggak mesti, kadang yang nyuci rame kadang juga rame banget
hehe. Disela – sela pekerjaan inilah saya harus kuat untuk mengisi bahan bakar
bagi suplai batin saya. Saya nggak boleh kalah, apalagi teledor dengan kewajiban.
Saya pernah merasa “ah capek banget hari ini, nanti aja deh salat sendiri aja”
dan anda tahu apa yang terjadi, yo sidone ora solat. Saya sudah mulai ubah
mindset tentang hal yang wajib dan tidak. Jika saya bisa melakukannya berjamaah
kenapa harus mandiri. Toh berjamaah menguntungan pribadi kita. Mungkin sebagian
anda pernah merasakan juga, maka lakukanah.
Saya termasuk beruntung punya masjid deket rumah
(amin), eh salah. Punya rumah deket masjid maksudnya. Dan beruntungnya lagi
pengeras suara menghadap ke rumah saya. Saya jadi berfikir ini ada unsur
kesengajaan, apapun itu inilah keberuntungan saya hehe. Kamar saya itu kan di
atas, kalau ada suara adzan kedengeran keras banget. Beda kalau ada suara
kidung saya malah nggak pernah dengar, apalagi lima waktu dalam sehari, saya
nggak pernah dengar. Baru kemarin saya dengar bahwa suara kidung lebih merdu
dari pada lantunan suara adzan. WTF. Nah biasanya kan abis adzan ada pujiannya,
solawatan gitu. Ini yang menarik, di tempat tinggal kami rata – rata yang
solawatan itu anak kecil. Sudah beberapa hari ini terdengar suara yang sama
setiap harinya. Suaranya cempreng, dan gak pelan untuk ukuran anak – anak seusianya,
penuh semangat, gairah, seakan – akan menunjukkan bahwa ini loh suara saya,
kedenger nggak sampe telingamu. Dari sinilah saya mulai membiasakan untuk
datang ke masjid dan ikut berjamaah. Gimana ya…saya nggak tau hukumnya, ikhlas
atau enggak nya saya serahin semua sama gusti Allah. Yang jelas saya datang
niat mau salat berjamaah titik.
Dari teras masjid kutengok kedalam saya melihat
seoarang anak dengan peci warna putih, menggunakan kacamata, sedang memegang
microphone. Dan yang satunya berkulit putih, rambut agak orange (keturunan
minang), mengenakan baju koko, yang juga ikut bersolawat serta menunggu giliran
mic tersebut. Kudekati, urat di lehernya terlihat, saking semangatnya
melantunkan shalawat nabi. Saya senyum – senyum sendiri dibuatnya, mungkin
dalam batin kagum. Saat kecil saya jarang sekali melakukan hal itu, hanya pas
takbiran saja suara saya bisa didengar orang banyak. Ah…saya jadi rindu masa
kecil. Jujur saya kagum, saya hanya menghabiskan masa kecil saya dengan
bermain, dan berbohong kepada orang tua karena males kalau disuruh berangkat
ngaji. Saya berharap anak ini mempunyai masa depan lebih baik dari pada saya
bahkan dari kedua orang tuanya. Saya jadi merasa mungkin inilah salah satu
suplai batin itu, saya mungkin belum berbuat banyak, tapi dari hal sepele tadi
saya merasa bisa belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Mulai dari
hal sederhana, mulai dari yang wajib, untuk memulai kehidupan dan pencapaian
yang baru.
0 komentar