Filosofi Bapak Pendidikan Indonesia di Era Milenial

By tkphendrik.blogspot.com - Mei 01, 2018


Filosofi Bapak Pendidikan Indonesia di Era Milenial

Ki Hadjar Dewantara
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sangat dibutuhkan dalam menghadapi perubahan dan perkembangan dunia saat ini yang sangat cepat sehingga akan sulit membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, terutama informasi digital di era milenial. Peraturan Presiden (Perpres) nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo menaruh perhatian besar pada PPK. 70 persen pendidikan dasar, yakni jenjang SD dan SMP, harus bermuatan PPK. Walaupun pendidikan karakter sudah diterapkan oleh sekolah – sekolah di seluruh Indonesia, apakah kualitas pendidikan kita makin baik? Merata iya, tapi kualitas pendidikan kita masih jauh dibandingkan negara berkembang lainnya. Benar, mungkin pendidikan tidak bisa dijadikan perbandingan, tapi mari kita belajar dari apa yang dilakukan oleh negara maju. Bukan untuk meniru cara mereka, tapi untuk memperbaiki pola belajar – mengajar di negeri ini. Sudahkah guru, orang tua, dan lingkungan di sekitar kita support terhadap apa yang diperjuangkan pemerintah untuk memperbaiki pendidikan? Yang mereka tahu hanya berapa peringkat anaknya saat kenaikan kelas atau kelulusan. Bukankah karakter tak melulu  tentang nilai akademis. Manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Kita dapat teladani dan teruskan perjuangan bapak pendidikan Indonesia.

Bapak Pendidikan Indonesia

“Ing Ngarsa Sun Tuladha; Ing Madya Mbangun Karsa; Tut Wuri Handayani”, merupakan salah satu ajaran Ki Hajar Dewantara yang begitu popular yakni guru itu harus bisa menempatkan diri di setiap posisi dengan baik. Di depan, sewaktu memimpin (Ing Ngarsa Sun Tuladha), mereka harus memberikan suri tauladan yang baik. Ketika di tengah-tengah (Ing Madya Mbangun Karsa) dia harus bisa memompa semangat anak didiknya, dan ketika di belakang/mengikuti (Tut Wuri Handayani) dia harus menjadi motivator/pendorong semangat anak didiknya. Seolah hanya filosofi trilogi kepemimpinan dari Ki Hajar Dewantara yang diingat oleh semua guru. Padahal bapak Pendidikan Indonesia juga mengajarkan filosofi tentang “Belajar Tiga Dinding”. Maksud dari ajaran tersebut, sebaiknya para murid di sekolah itu belajar dalam ‘ruangan tiga dinding’. Tentu perkataan dari Ki Hajar Dewantara ini tidak hanya diterjemahkan secara eksplisit semata. Makna dari tiga dinding itu adalah, ruang kelas tersebut harus ada yang terbuka satu di mana hal ini dimaksudkan agar para guru dan siswa bisa melihat pemandangan di luar kelas. Filosofi ini ternyata begitu penting dan benar adanya. Masih banyak di luar sana yang bangga ketika anaknya memperoleh nilai tinggi di semua mata pelajaran. Tapi mengkesampingkan karakter anak, apa passion anak, dan mau difokuskan kemana setelah lulus. Albert Einstein pernah bilang “ setiap anak adalah jenius, tapi jika kamu nilai seekor ikan dari cara ia memanjat pohon, maka dia akan terlihat bodoh seumur hidupnya”. Anak harus diberi ruang untuk memilih, dan itulah tugas orang tua yang sesungguhnya, memunculkan karakter seorang anak yaitu mengarahkan kemana minat anak.

Berani Beda Itu Baik

Harus berani berbeda, karena apa yg kita pelajari di sekolah itu sama, mata pelajaran sama, yang diajarkan sama, pengajarnya pun sama. Bisa jadi ilmu yang kita dan dia punya juga sama, lalu bagaimana kita bersaing di dunia profesi jika inputnya sama?
Misi ini jelas sama dengan pakem bapak pendidikan Indonesia. Manusia diciptakan berbeda – beda, bahkan tanaman yang ditanam secara bersamaan akan menumbuhkan bunga di waktu yang berbeda. Umumnya pendidikan kita luput dari hal ini, di lingkungan sekolah masih banyak yang berfikir bahwa beda berarti salah, salah artinya nakal atau bodoh. Dan karena itu, kita tumbuh sebagai generasi – generasi yang menghindari konflik. Konflik dalam artian pendidikan bukan pertikaian. Sampai kapan masalah ini akan berlangsung, jika tidak protes terhadap kesalahan yang kita lihat, kita tidak bisa berharap pada perubahan. Mulai lah berbeda agar apa yang dilakukan selalu menarik dan diperhatikan, tidak perlu pengakuan, tapi itulah dasar ilmu yang perlu diperjuangkan.

Pola asuh orang tua

Kebutuhan anak yang paling utama adalah perhatian dan kasih sayang. Seorang anak yang dilahirkan dari rahim ibu secara langsung itu memiliki kontak batin. Cara mendidik atau membesarkan anak sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan kepribadian orang tua. Dan anak yang dibesarkan oleh seorang pengasuh, akan lebih nurut kepada pengasuhnya dari pada orang tua kandungnya. Era milenial sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, yang ada difikirannya kerja dapat bayak uang agar anak bisa disekolahkan di sekolah favorit. Tapi tidak begitu, jangan pernah berfikir bahwa kebahagiaan anak dapat dihitung secara matematis. Tumbuh kembang anak ada di tangan orang tua, masa depan anak ada pada diri mereka, tergantung orang tua mengarahkan, bukan baby sitter. Bibit kebohongan itu ada, kalau kita bohong terhadap anak kita, kelak dia akan merasa pernah dibohongi, dan jika dia sadar telah dibohongi, bohong akan menjadi hal yang wajar, dan merasa mungkin dia boleh bohong terhadap orang lain. Ini yang menciptakan bibit – bibit kebohongan, hilang integritas, berada di lingkungan berbeda dan kita tidak tahu mungkin saja bisa jadi koruptor. Bersikap demokratis lah terhadap anak, anak dalam keluarga yang bersifat demokratis akan mempunyai tanggung jawab yang besar terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pelajaran di sekolah, mampu berinisiatif dan kreatif serta mempunyai konsep diri yang positif yang akan berpengaruh positif pula pada tindakan dalam lingkungannya. Ini memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya pola asuh orang tua untuk masa depan anaknya.

Guru Berpendidikan

Dalam perspektif ini, bahwa tolak ukur keberhasilan seorang guru itu bukan ditentukan oleh kepala sekolah maupun prestasi individu, tapi justru oleh murid – muridnya. Keberhasilan guru utamanya tercermin pada perubahan positif yang dialami oleh murid – muridnya. Sebagaimana belajar, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mengerti, dari mengerti menjadi faham. Begitulah prosesnya, sedari dini memang sudah harus di didik untuk berproses. Kita kesampingkan dulu yang namanya kompetensi guru dengan segala pelatihan – pelatihannya. Itu hanya kepentingan pribadi mereka, tidak lain hanya membuat mereka lebih banyak meninggalkan kelas saat jam belajar – mengajar. Sudahkah mutu guru menjadi lebih baik dengan segala program dan kurikulum yang ada? tentu saja belum, karena mutu pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Yang lebih penting adalah bagaimana seorang guru dekat dengan murid. Sehingga murid merasa enjoy saat proses belajar, buat murid minat dengan pelajaran. Dengan perasaan yang senang murid akan cepat menyerap apa yang guru sampaikan, dengan begitu minat belajarnya semakin tinggi. Guru adalah orang tua di lingkungan sekolah, penting bagi orang tua untuk selalu menjalin komunikasi dengan guru. Perlu di catat bahwa apapun yang dilakukan oleh guru adalah untuk kebaikan murid. Sebagai orang tua jangan pernah batasi hal ini, jika dirasa kurang berkenan komunikasikan baik – baik. Bukankah mendaftar di sekolah tertentu adalah pilihan orang tua? maka dari itu mempercayakan anak kepada seorang guru juga merupakan pilihan orang tua. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, sampai kapanpun kalimat tersebut tak kan runtuh diterpa jaman. Dedikasi, semangat, perjuangannya mendidik tak bisa terlukiskan, dengan semua yang telah dilakukan oleh seorang guru, apakah di negeri ini guru sudah menjadi profesi terhormat?

Dari penjabaran di atas merupakan keterkaitan yang dapat kita jadikan refleksi terhadap dunia pendidikan di Indonesa. Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan Orang tua. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan peningkatan mutu kinerja mari bekerja sama secara profesional. Sebagai orang tua dan pendidik (guru) yang baik, kita telah punya pakem komplit yang telah di cetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Ilmu itu dinamis, selalu berubah – ubah seiring perkembangan jaman, jangan berhenti belajar, dimanapun, dan kepada siapapun. Tepat di hari pendidikan nasional ini kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pendidikan hendaknya mampu melahirkan pribadi – pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, minimal dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar